Pengenaan Pajak pada Usaha Berbasis Online
Indonesia - Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi, berbagai transaksi perdagangan barang atau jasa dapat dilakukan secara online. Kemudahan bagi pelaku bisnis dalam mempromosikan produknya serta tidak memerlukan biaya yang lebih karena tidak memerlukan adanya pasar secara fisik menjadikan usaha online makin diminati oleh para pelaku usaha.
Usaha berbasis online adalah usaha (bisnis) yang dipromosikan serta dijalankan melalui media internet. Sedangkan, E-commerce adalah transaksi yang menghubungkan antara penjual dengan pembeli secara online. Secara teknis keduanya memang kerap dipersamakan, e-commerce merupakan bagian dari kegiatan usaha (bisnis) online, yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Banyaknya e-commerce di kalangan masyarakat Indonesia yang melebihi pedagang konvensional semakin menjadi trend di masa sekarang ini karena memiliki banyak keuntungan, salah satunya adalah memiliki jangkauan pasar tidak terbatas.
Dalam era digital ini, para pelaku usaha telah melakukan peralihan dari metode konvensional menjadi berbasis online. Adanya revolusi digital ini mendorong semakin berkembangnya UMKM. Hal ini seharusnya menjadi potensi pajak yang besar bagi Indonesia. Baik pemasaran secara konvensional atau secara online sudah seharusnya diberlakukan pajak yang sama, berdasarkan asas keadilan.
Apa itu E-Commerce?
Electronic commerce atau yang lebih dikenal dengan e-commerce merupakan segala aktivitas transaksi jual beli yang dilakukan melalui media elektronik atau digital. E-commerce tidak hanya terjadi antara penjual dengan pembeli, e-commerce dapat terjadi diantara produsen, konsumen, dan administrasi public, untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
- Business to business — dimana sebuah perusahaan menjual produk atau jasa kepada perusahaan lainnya. Contohnya adalah sebuah perusahaan yang membeli perlengkapan kantor, peralatan kantor dan produk lainnya dari sebuah produsen.
- Business to consumer — dimana sebuah perusahaan menjual produk atau jasa kepada konsumen. Pada umumnya, pelanggan dalam e-commerce ini hanya mengecer. Apabila seorang pelanggan membeli suatu produk dari toko secara online, aktivitas tersebut termasuk dalam golongan ini.
- Consumer to consumer — transaksi ini dilakukan oleh dua individu melalui internet. Contohnya menjual barang bekas ke orang lain yang membutuhkannya melalui internet atau situs lainnya. Aktivitas tersebut termasuk dalam jenis e-commerce consumer t consumer.
- Consumer to business — transaksi di mana seseorang menjual produk atau jasa kepada sebuah perusahaan. Misalnya Seorang graphic designer, menawarkan dan menjual logo hasil karyanya kepada sebuah perusahaan bisnis tekstil.
- Business to public administration — hampir mirip dengan business to business akan tetapi pelakunya adalah usaha bisnis dan lembaga pemerintah. Misalnya adalah jasa pembuatan website untuk sistem administrasi pemerintahan online.
- Consumer to public administration — dimana transaksi dilakukan oleh seseorang dengan lembaga pemerintah. Jenis transaksi ini pada umumnya berupa pemberian jasa oleh individu kepada lembaga pemerintahan. Namun, transaksi ini sangat jarang ditemui di Indonesia.
Dasar Hukum Mengenai E-Commerce di Indonesia
Di Indonesia bisnis e-commerce diatur dalam beberapa peraturan antara lain:
- Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008
- Peraturan mengenai e-commerce pada dasarnya telah diluncurkan pada 11 November 2016, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIV tentang Peta Jalan e-commerce di Indonesia. Poin-poin penting yang diatur dalam peraturan ini sebagi berikut:
Pertama, dalam sektor pendanaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk tenant pengembangan platform, dana Universal Service Obligation (USO) untuk UMKM digital dan start-up e-commerce platform.
Kedua, sektor perpajakan melalui pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di start-up,
Ketiga, sektor perlindungan konsumen melalui harmonisasi regulasi yang menyangkut sertifikasi elektronik, proses akreditasi, kebijakan mekanisme pembayaran, perlindungan konsumen dan pelaku industri e-commerce, serta skema penyelesaian sengketa.
Pengenaan Pajak pada E-Commerce
-
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan kepada penjual dipersamakan, baik yang melalui e-commerce ataupun secara konvensional, tarifnya sebesar 0,5 % dari penghasilan bruto apabila penghasilan brutonya 0 sampai dengan Rp 4,8 miliar. Sementara itu, besaran jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, termasuk oleh pebisnis digital (e-commerce) tergantung dari peredaran usaha (omzet) dan berapa lama kewajiban perpajakannya tidak dipenuhi.
Sebagai ilustrasi, dengan besaran tarif pajak penghasilan 0,5% dari penghasilan bruto, maka pelaku usaha bisnis di online shop dengan omset maksimal Rp 4,8 miliar per tahun, jumlah PPh terutang adalah Rp 24 juta. Dengan jumlah PPh maksimal yang dibayar per bulan adalah Rp 2 juta.
Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021, terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak akan dikenai PPh atas bagian peredaran brutonya sampai dengan Rp 500 juta dalam satu tahun pajak.
Ilustrasi Apabila Wajib Pajak orang pribadi (termasuk UMKM) yang memiliki penghasilan sebesar Rp 90 juta per bulan, atau Rp 1.080.000.000 setahun, maka terhadap wajib pajak tersebut akan dikenakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5%. Detailnya adalah perhitungan 5 bulan pertama masih bebas pajak karena ketentuan batas peredaran bruto Rp 500 juta. Sedangkan, untuk bulan 6 hingga bulan 12 berikutnya dikenakan pajak sebesar 0,5%. Sehingga PPh final UMKM adalah jumlah penghasilan bruto selama 7 bulan dikalikan dengan tarif 0,5% yakni 630 juta x 0,5 % = Rp 3.150.000.
-
Pajak Pertambahan Nilai
Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kegiatan perdagangan elektronik dilaksankan sesuai rekomendasi Inclusive Framework on BEPS OECD/G20, dimana pemungutan PPN transaksi digital sudah bisa dilakukan tiap negara. Pemberlakuan PPN pada transaksi digital sudah mulai diterapkan pada tanggal 1 Desember 2020. Dan berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan No. 7 Tahun 2021, para pelaku usaha e-commerce yang sudah dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP) wajib memungut PPN sebesar 11% terhadap kegiatan penyerahan barang atau jasa yang merupakan objek PPN.